Tuesday, August 17, 2010

Upacara Bendera Yang Memalukan


Setiap merayakan hari kemerdekan Negara tercinta Republik Indonesia, saya selalu terkenang akan masa-masa di bangku sekolah yang rutin melaksanakan upacara bendera setiap hari senin dan hari besar nasional. Tidak dipungkiri, saat menjadi peserta atau petugas pelaksana upacara kala itu, rasa bosan seringkali menyergap karena upacara bendera sudah menjadi agenda rutin yang wajib diikuti seluruh warga sekolah.

Tak jarang terlihat pemandangan usil para siswa yang saling bisik-bisik atau mengobrol selama upacara berlangsung. Posisi berdiri yang seharusnya tegak berubah menjadi posisi santai apalagi jika berada di barisan belakang. Mungkin kalau jaman saya sekolah dulu sudah ada HP, siswa akan sibuk sms-an, facebook-an atau twitter-an saling menuliskan status sedang upacara. Sering terdengar gerutuan siswa karena kepanasan, berharap supaya bapak Pembina tidak berpanjang lebar dalam memberikan amanat-nya.

Saya pernah punya pengalaman cukup memalukan yang berkaitan dengan upacara bendera ini. Saya dan satu teman saya lupa membawa topi, padahal topi merupakan atribut wajib yang harus dipakai untuk upacara. Berasumsi bahwa rumah saya dekat dengan sekolah, saya dan teman inisiatif mengambil topi itu kerumah di menit sepuluh menjelang pukul tujuh pagi, waktu dimulai upacara. Sudah dibela-belain naik motor ngebut, tapi saya tetap terlambat sampai di sekolah, upacara sudah dimulai dan saya serta teman saya kena razia pak Guru. Tanpa ampun saya dan teman saya digiring maju ke tengah lapangan bergabung dengan siswa lain yang bandel tidak memakai atribut dan yang datang terlambat. Aduh..malunya dilihat satu sekolah, mana yang lain laki-laki semua kecuali saya dan teman saya yang tadi ambil topi.

Hukuman tidak berhenti disitu, setelah selesai upacara, saya dan teman ‘bandel’ lainnya digiring masuk ke ruang guru BP untuk diberi pengarahan. Tangis saya tumpah berderai sesudah mendengar wejangan pak guru. Maklum, saat itu saya pengidap cengeng yang cukup akut. Selain itu, saya termasuk siswa yang cukup tertib sebelumnya, jadi teman-teman yang lain cukup heran juga saya bisa dipanggil guru BP seolah-olah saya ini siswa yang suka bikin ulah. Hiks..gara-gara lupa, jadi kacau semuanya..

Terus, pengalaman yang menurut saya cukup berkesan sekaligus memalukan adalah ketika menjadi pemimpin upacara. Haiyaa..saya termasuk pemimpin upacara perempuan pertama di kelas saya kala itu. Hanya bermodal sifat cuek bebek sok pede, saat memberi aba-aba : “ Kepada sang merah putih hooorrrrmmaaaatttt….grrrrraaaaakkkk…..” Pas kata-kata grak, suara saya keseleo menghasilkan suara yang nggak balance dan cukup fals sehingga terdengar aneh dan mngundang tawa tertahan seluruh peserta upacara. Muka saya merah padam tapi demi berlangsungnya upacara yang khidmat, saya tahan rasa malu itu sampai upacara selesai. Wah..

Kalau dingat-ingat sekarang, rasanya ingin kembali mengulang kenangan untuk ikut upacara bendera lagi, merasakan menjadi peserta sekaligus sebagai petugas. Beruntung saya pernah merasakan semua tugas di upacara bendera dari menjadi pemimpin upacara, pemimpin pasukan, pengibar bendera, dirigent, pembaca UUD 1945, pembawa teks Pancasila, sampai pembawa acara / MC sudah saya lakoni semua. Semua ada suka, duka dan resiko. Kalau ada kesalahan, ya paling diketawain dan jadi hiburan semua peserta. Membuat bahagia orang lain kan menyenangkan, ya toh ?

Upacara bendera, mestinya menjadi suatu ritual untuk mengingat kembali perjuangan para pahlawan yang telah berjuang memerdekakan bangsa. Tanpa jasa beliau-beliau mungkin saat ini kita masih dijajah oleh penjajah dari luar negeri.

Lha sekarang menjadi pertanyaan kita sendiri, kalau kita tidak rela dijajah oleh bangsa lain, apakah sekarang kita rela dijajah oleh bangsa sendiri termasuk diri kita sendiri setelah merdeka ? Lalu kemerdekaan seperti apa yang kita inginkan ? Tentunya ini menjadi bahan renungan kita di Dirgahayu HUT RI ke-65. Merdeka ! ( Semoga..)

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...